Sudah Adilkah Hukum Kesehatan di Indonesia.?

Informed Consent sering disebut juga surat persetujuan tindakan medis. Surat ini biasanya dipergunakan oleh tenaga kesehatan dan pasien sebagai alat pengikat hukum, yaitu sebagai surat yang disetujui oleh pasien dengan segala resiko serta dampak yang akan ditimbulkannya akibat tindakan medis yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan. Sedangkan menurut PERMENKES No. 290/2008 Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.


Tentunya sobat info ingat mengenai kasus Prita Mulyasari, seorang ibu rumah tangga yang digugat oleh pihak Rumah Sakit Omni Internasional atas pencemaran nama baik, perlu sobat ketahui, tidak hanya Prita Mulyasari yang memiliki kasus hukum dengan pihak tenaga kesehatan, ada banyak "Prita-Prita" lainnya yang mengalami nasib serupa dan bahkan lebih mengenaskan dibandingkan Prita.

Sebut saja Ngatemi, kasus ini sempat terjadi di Belawan, Medan. Ngatemi yang saat itu mengalami keguguran, terpaksa dilarikan ke Klinik Bersalin Kartini, Medan untuk mendapatkan pertolongan. Namun, akibat kelalaian dari salah seorang bidan di klinik tersebut, Ngatemi justru mendapat cacat seumur hidup. Ususnya terpotong 10 cm sehingga menyebabkan ia kesuliatan buang air besar dan terpaksa anusnya dipindahkan ke perut.
Sungguh miris..
Dengan adanya Informed consent, seharusnya pihak tenaga kesehatan dapat menjelaskan sedetail-detailnya resiko dan dampak yang akan terjadi bila dilakukan tindakan medis.

Adapun kecacatan ini, sama sekali tidak termasuk dalam dampak ataupun resiko yang akan terjadi jika dilakukan tindakan medis terhadap Ngatemi. Namun, informed consent ini seringkali disalahpergunakan oleh tenaga kesehatan ataupun pasien.

UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 hanya diperuntukkan untuk melindungi "yang berkuasa" saja..
Bagi masyarakat awam seperti "Ngatemi" yang sama sekali buta akan hukum, kemana ia akan mengadu? Apakah hanya cukup uang ganti rugi saja sementara dirinya kini menyandang cacat seumur hidup?
Coba sobat renungkan..
Apakah sudah cukup adil hukum kesehatan di negara kita, Indonesia tercinta ini? Harus ada berapa "Ngatemi-Ngatemi" lain yang menjadi korban?
Disini saya bukan menyalahkan pihak manapun, Tapi akankah saya ataupun sobat-sobat yang lain menutup mata atas maraknya malpraktek di bidang kesehatan ini? 

  

sumber :http://www.kaskus.us/showthread.php?t=12591195

0 comments:

Posting Komentar

ditunggu koment sobat...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Review